Di Usia ke-17, UBB Terus Tumbuh Membangun Peradaban

MERAWANG, UNGGAHAN.ID — Rapat Terbuka Senat Universitas Bangka Belitung (UBB) dengan acara tunggal Dies Natalis ke-17 berlangsung di Balai Besar Peradaban, Gedung Rektorat UBB, mengusung tema “17 Tahun UBB: Terus Tumbuh Membangun Peradaban”, Rabu (12/4/2023).

“Usia 17 tahun ini diibaratkan remaja yang menuju dewasa, yang diharapkan dapat terus tumbuh berkembang memiliki statistik yang semakin baik. UBB berdiri bersamaan dengan 35 perguruan tinggi baru lainnya yang ada di Indonesia dan hingga saat ini jumlah mahasiswa yang ada di UBB tercatat 6.616 dari yang sebelumnya ada 1.000 lebih mahasiswa,” ujar Rektor UBB Prof. Ibrahim.

Bacaan Lainnya

Dalam momentum ini, UBB akan memperkuat jaringan mutu dan memperkuat proses seleksi agar mahasiswa kita semakin unggul dan kompetitif. Salah satu target UUB dikatakan Ibrahim, mendukung program pemerintah daerah agar partisipasi Pendidikan tinggi di Bangka Belitung semakin baik. Salah satu yang dilakukan UBB adalah menambah daya tampung dari program studi yang ada serta menambah program studi yang saat ini sedang direncanakan.

Ibrahim berharap UBB bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) dari saat ini masih menyandang status PTN Satuan Kerja Kementerian (PTN-Satker). Setelah nanti menjadi PTN-BLU, selanjutnya Ibrahim berharap UBB bisa menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH).

“Dengan adanya Dies Natalis ini semacam momentum UBB untuk terus mengevaluasi yang lemah dan untuk diperbaiki di masa yang akan datang,” harapnya.

Dalam acara tersebut UBB memberikan penghargaan kepada sejumlah pihak yang dinilai sangat berjasa, seperti media, jurnalis, organisasi kemahasiswaan, instansi pemerintah, tenaga pendidik, tenaga kebersihan, serta penghargaan lainnya.

Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra menyampaikan orasi ilmiah pokok-pokok pikiran di bidang hukum tata negara yang berjudul Penguatan Kembali MPR Pasca Amandemen UUD 1945. Dalam orasinya Yusril mengatakan, setelah amandemen UUD 1945 yang menempatkan MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara dan satu-satunya pelaksana kedaulatan rakyat, lembaga itu dianggap tidak berwenang lagi membuat ketetapan-ketetapan untuk mengatasi kekurangan pengaturan di dalam UUD 1945.

Oleh sebab itu Yusril berpendapat, MPR semestinya sebagai lembaga yang berwenang mengubah undang-undang dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden serta memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai pengganti antar waktu jika terdapat kekosongan, tetap diberikan kewenangan untuk membuat Ketetapan-Ketetapan yang bersifat pengaturan yang bersifat fundamental dalam penyelenggaraan negara untuk mengatasi kevakuman pengaturan di dalam UUD 1945.

“MPR dengan Ketetapan seperti itu dapat pula memberikan kewenangan-kewenangan tertentu kepada dirinya untuk mengambil langkah-langkah penyelamatan negara jika negara berada dalam keadaan darurat, yang tidak dapat diatasi oleh Presiden dengan cara menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentu materi muatan Ketetapan MPR yang bersifat pengaturan itu harus dibatasi terhadap hal-hal fundamental yang dihadapi oleh bangsa dan negara, mengingat Ketetapan MPR itu berada di atas undang-undang dan tidak dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi karena misalnya dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” jelasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *